A. Sejarah Farmasi Dalam Islam
”Setiap
penyakit pasti ada obatnya.” Sabda Rasulullah SAW yang begitu populer di
kalangan umat Islam itu tampaknya telah memicu para ilmuwan dan sarjana di era
kekhalifahan untuk berlomba meracik dan menciptakan beragam obat-obatan.
Pencapaian umat Islam yang begitu gemilang dalam bidang kedokteran dan
kesehatan di masa keemasan tak lepas dari keberhasilan di bidang farmasi.
Di masa itu para dokter dan ahli kimia Muslim sudah berhasil melakukan penelitian ilmiah mengenai komposisi, dosis, penggunaan, dan efek dari obat-obat sederhana serta campuran.
Di masa itu para dokter dan ahli kimia Muslim sudah berhasil melakukan penelitian ilmiah mengenai komposisi, dosis, penggunaan, dan efek dari obat-obat sederhana serta campuran.
Menurut
Howard R Turner dalam bukunya Science in Medievel Islam, umat Islam mulai
menguasai farmasi setelah melakukan gerakan penerjemahan secara besar-besaran
di era Kekhalifahan Abbasiyah.
Salah satu karya penting yang diterjemahkan adalah “De Materia Medica” karya Dioscorides. Selain itu para ilmuwan Muslim juga melakukan transfer pengetahuan tentang obat-obatan dari berbagai naskah yang berasal dari Suriah, Persia, India, serta Timur.
Karya-karya terdahulu itu telah membuat para ilmuwan Islam terinspirasi untuk melahirkan berbagai inovasi dalam bidang farmasi. ”Kaum Muslimin telah menyumbang banyak hal dalam bidang farmasi dan pengaruhnya sangat luar biasa terhadap Barat,” paparTuner.
Betapa tidak, para sarjana Muslim di zaman kejayaan telah memperkenalkan adas manis, kayu manis, cengkeh, kamper, sulfur, serta merkuri sebagai unsur atau bahan racikan obat-obatan. Menurut Turner umat Islam-lah yang mendirikan warung pengobatan pertama. Para ahli farmasi Islam juga termasuk yang pertama dalam mengembangkan dan menyempurnakan pembuatan sediaan sirup dan salep.
Pada mulanya, ilmu farmasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ilmu kedokteran. Dunia farmasi profesional secara resmi terpisah dari ilmu kedokteran di era kekuasaan Kekhalifahan Abbasiyah. Terpisahnya farmasi dari kedokteran pada abad ke-8 M, membuat profesi farmasis menjadi profesi yang independen dan farmasi sebagai ilmu yang berdiri sendiri.
Dalam praktiknya, farmasi melibatkan banyak praktisi seperti herbalis, kolektor, penjual tumbuhan & rempah-rempah untuk obat-obatan, penjual dan pembuat sirup, kosmetik, air aromatik, serta apoteker yang berpengalaman. Merekalah yang kemudian turut mengembangkan farmasi di era kejayaan Islam.
Setelah dinyatakan terpisah dari ilmu kedokteran, beragam penelitian dan pengembangan dalam bidang farmasi atau saydanah (bahasa Arab) kian gencar dilakukan. Pada abad itu, para ilmuwan Muslim secara khusus memberi perhatian untuk melakukan investigasi atau pencarian terhadap beragam produk alam yang bisa digunakan sebagai obat-obatan di seluruh pelosok dunia Islam.
Di zaman itu, toko-toko obat bermunculan bak jamur di musim hujan. Toko obat yang banyak jumlahnya tak cuma hadir di kota Baghdad – kota metropolis dunia di era kejayaan Abbasiyah – namun juga di kota-kota Islam lainnya. Para ahli farmasi ketika itu sudah mulai mendirikan apotek sendiri. Mereka menggunakan keahlian yang dimilikinya untuk meracik, menyimpan, serta menjaga aneka obat-obatan.
Pemerintah Muslim pun turun mendukung pembangunan di bidang farmasi. Rumah sakit milik pemerintah yang ketika itu memberikan perawatan kesehatan secara cuma-cuma bagi rakyatnya juga mendirikan laboratorium untuk meracik dan memproduksi aneka obat-obatan dalam skala besar.
Keamanan obat-obatan yang dijual di apotek swasta dan pemerintah diawasi secara ketat. Secara periodik, pemerintah melalui pejabat dari Al-Muhtasib – semacam badan pengawas obat-obatan – mengawasi dan memeriksa seluruh toko obat dan apotek. Para pengawas dari Al-Muhtasib secara teliti mengukur akurasi berat dan ukuran kemurnian dari obat yang digunakan.
Pengawasan yang amat ketat itu dilakukan untuk mencegah penggunaan bahan-bahan yang berbahaya dalam obat. Semua itu dilakukan semata-mata untuk melindungi masyarakat dari bahaya obat-obatan yang tak sesuai dengan aturan. Pengawasan obat-obatan yang dilakukan secara ketat dan teliti yang telah diterapkan di era kekhalifahan Islam mestinya menjadi contoh bagi negara-negara Muslim, khususnya Indonesia.
Seperti halnya di bidang kedokteran, dunia farmasi profesional Islam telah lebih unggul lebih dulu dibandingkan Barat. Ilmu farmasi baru berkembang di Eropa mulai abad ke-12 M atau empat abad setelah Islam menguasainya. Karena itulah, Barat banyak meniru dan mengadopsi ilmu farmasi yang berkembang terlebih dahulu di dunia Islam.
Umat Islam mendominasi bidang farmasi hingga abad ke-17 M. Setelah era keemasan perlahan memudar, ilmu meracik dan membuat obat-obatan kemudian dikuasai oleh Barat. Negara-negara Eropa menguasai farmasi dari aneka Risalah Arab dan Persia tentang obat dan senyawa obat yang ditulis para sarjana Islam. Tak heran, bila kini industri farmasi dunia berada dalam genggaman Barat.
Pengaruh kaum Muslimin dalam bidang farmasi di dunia Barat begitu besar. “Hal itu tecermin dalam kembalinya minat terhadap pengobatan natural yang begitu populer dalam pendidikan kesehatan saat ini,” papar Turner.
Salah satu karya penting yang diterjemahkan adalah “De Materia Medica” karya Dioscorides. Selain itu para ilmuwan Muslim juga melakukan transfer pengetahuan tentang obat-obatan dari berbagai naskah yang berasal dari Suriah, Persia, India, serta Timur.
Karya-karya terdahulu itu telah membuat para ilmuwan Islam terinspirasi untuk melahirkan berbagai inovasi dalam bidang farmasi. ”Kaum Muslimin telah menyumbang banyak hal dalam bidang farmasi dan pengaruhnya sangat luar biasa terhadap Barat,” paparTuner.
Betapa tidak, para sarjana Muslim di zaman kejayaan telah memperkenalkan adas manis, kayu manis, cengkeh, kamper, sulfur, serta merkuri sebagai unsur atau bahan racikan obat-obatan. Menurut Turner umat Islam-lah yang mendirikan warung pengobatan pertama. Para ahli farmasi Islam juga termasuk yang pertama dalam mengembangkan dan menyempurnakan pembuatan sediaan sirup dan salep.
Pada mulanya, ilmu farmasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ilmu kedokteran. Dunia farmasi profesional secara resmi terpisah dari ilmu kedokteran di era kekuasaan Kekhalifahan Abbasiyah. Terpisahnya farmasi dari kedokteran pada abad ke-8 M, membuat profesi farmasis menjadi profesi yang independen dan farmasi sebagai ilmu yang berdiri sendiri.
Dalam praktiknya, farmasi melibatkan banyak praktisi seperti herbalis, kolektor, penjual tumbuhan & rempah-rempah untuk obat-obatan, penjual dan pembuat sirup, kosmetik, air aromatik, serta apoteker yang berpengalaman. Merekalah yang kemudian turut mengembangkan farmasi di era kejayaan Islam.
Setelah dinyatakan terpisah dari ilmu kedokteran, beragam penelitian dan pengembangan dalam bidang farmasi atau saydanah (bahasa Arab) kian gencar dilakukan. Pada abad itu, para ilmuwan Muslim secara khusus memberi perhatian untuk melakukan investigasi atau pencarian terhadap beragam produk alam yang bisa digunakan sebagai obat-obatan di seluruh pelosok dunia Islam.
Di zaman itu, toko-toko obat bermunculan bak jamur di musim hujan. Toko obat yang banyak jumlahnya tak cuma hadir di kota Baghdad – kota metropolis dunia di era kejayaan Abbasiyah – namun juga di kota-kota Islam lainnya. Para ahli farmasi ketika itu sudah mulai mendirikan apotek sendiri. Mereka menggunakan keahlian yang dimilikinya untuk meracik, menyimpan, serta menjaga aneka obat-obatan.
Pemerintah Muslim pun turun mendukung pembangunan di bidang farmasi. Rumah sakit milik pemerintah yang ketika itu memberikan perawatan kesehatan secara cuma-cuma bagi rakyatnya juga mendirikan laboratorium untuk meracik dan memproduksi aneka obat-obatan dalam skala besar.
Keamanan obat-obatan yang dijual di apotek swasta dan pemerintah diawasi secara ketat. Secara periodik, pemerintah melalui pejabat dari Al-Muhtasib – semacam badan pengawas obat-obatan – mengawasi dan memeriksa seluruh toko obat dan apotek. Para pengawas dari Al-Muhtasib secara teliti mengukur akurasi berat dan ukuran kemurnian dari obat yang digunakan.
Pengawasan yang amat ketat itu dilakukan untuk mencegah penggunaan bahan-bahan yang berbahaya dalam obat. Semua itu dilakukan semata-mata untuk melindungi masyarakat dari bahaya obat-obatan yang tak sesuai dengan aturan. Pengawasan obat-obatan yang dilakukan secara ketat dan teliti yang telah diterapkan di era kekhalifahan Islam mestinya menjadi contoh bagi negara-negara Muslim, khususnya Indonesia.
Seperti halnya di bidang kedokteran, dunia farmasi profesional Islam telah lebih unggul lebih dulu dibandingkan Barat. Ilmu farmasi baru berkembang di Eropa mulai abad ke-12 M atau empat abad setelah Islam menguasainya. Karena itulah, Barat banyak meniru dan mengadopsi ilmu farmasi yang berkembang terlebih dahulu di dunia Islam.
Umat Islam mendominasi bidang farmasi hingga abad ke-17 M. Setelah era keemasan perlahan memudar, ilmu meracik dan membuat obat-obatan kemudian dikuasai oleh Barat. Negara-negara Eropa menguasai farmasi dari aneka Risalah Arab dan Persia tentang obat dan senyawa obat yang ditulis para sarjana Islam. Tak heran, bila kini industri farmasi dunia berada dalam genggaman Barat.
Pengaruh kaum Muslimin dalam bidang farmasi di dunia Barat begitu besar. “Hal itu tecermin dalam kembalinya minat terhadap pengobatan natural yang begitu populer dalam pendidikan kesehatan saat ini,” papar Turner.
B. Tokoh Arab dan
Islam Yang Utama Dalam Bidang Farmasi
1.
Yuhanna b. Masawayh
(777 - 857)
Beliau adalah
anak seorang ahli farmasi (dikenal sebagai apoteker). Beliau terkenal melalui
tulisannya dalam bahasa Arab tentang meteria medica dan rawatan. Salah satu
daripadanya berjudul al-Mushajjar al-Kabir yang menyusun daftar penyakit
serta obat-obatnya dan juga pola makanan yang berkaitan. Malah beliau
menyatakan bahwa para dokter yang boleh menyembuhkan penyakit dengan hanya
melalui pengaturan pola makan tanpa penggunaan ubat adalah yang paling berjaya
dan beruntung. Masawayh juga mengusulkan penggunaan beberapa tumbuhan terkenal
untuk meningkatkan sistem pertahanan tubuh terhadap penyakit. Beliau menyeru
para dokter agar menggunakan hanya satu obat untuk satu penyakit berdasarkan
prinsip empiriks dan analogi.
Bahan yang banyak
digunakan dalam terapi perubatan Arab adalah kamfora.Menurut Masawayh bahan ini
berasal dari China dan dibawa ke Arab melalui perdagangan dengan India dan
Parsi. Menurutnya lagi, sandalwood yaitu bahan yang digunakan untuk
menghasilkan minyak wangi, baik yang jenis kuning, putih atau merah juga datang
dari India. Bahan-bahan seperti ini digunakan dalam sediaan farmasi Islam pada
abad ke-8 (atau lebih awal lagi) dan lewat ini istilah farmasi terbentuk dalam
Islam.Misalnya, kata-kata seperti al-Saydanani ataupun al-Saydalani
yang berarti dia yang menjual atau yang berkaitan dengan sandalwood,
sedang perkataan saydanah bermaksud farmasi.
Pada masa itu,
Masawayh dikenal sebagai dokter dari beberapa khalifah, di ibukota Abbasiah
selama hampir empat dekade.Beliau juga merupakan dokter Islam yang pertama
mendirikan sekolah kolej farmasi swasta Arab.
2.
Abu Hasan Ali bin
Sahl Rabban al-Tabari
Beliau dilahirkan
pada 808, sahabat dari Masawayh. Pada usia 30 tahun beliau diperintahkan untuk
ke kota Samarra oleh Khalifah Mu'tasim (833-842) untuk mengabdi sebagai dokter.
Tabari menulis banyak buku kedokteran, yang terkenal adalah Syurga Hikmah
yang membicarakan tentang tingkah laku manusia, kosmologi, embriologi,
psikoterapi, kebersihan, pola makan dan penyakit (akut dan kronik) serta cara
merawatnya. Buku ini juga memuat kisah-kisah kedokteran abstrak serta petikan
dari referens yang berbahasa India. Bukunya juga mengandung beberapa bab
tentang meteria medika, makanan biji-bijian, kegunaan terapeutik hewan serta
organ-organ burung dan juga campuran obat-obatan termasuk cara membuatnya.
Tabari juga
menyarankan agar nilai terapeutik setiap obat digunakan berdasarkan
tujuan-tujuan tertentu dan dokter harus pandai membuat pilihan yang
terbaik.Beliau pernah menguraikan dengan terperinci penggunaan sesuatu bahan
sebagai bahan terapeutik, termasuk cara-cara menyimpannya sambil memperingatkan
tentang bahaya yang ada pada bahan tersebut.Contohnya peringatan terhadap
penggunaan satu mithqal (lebih kurang 4 gram) candu bisa menyebabkan tidur
ataupun maut.
3.
Sabur ibnu. Sahl
(wafat 869M)
Beliau merupakan
orang pertama menulis formula pertama dalam sejarah Islam.Formula ini dikenali
sebagai Agradadhin.Sabur meninggal dunia pada 869.Dalam tulisannya,
beliau memberikan resep kedokteran tentang kaedah dan teknik meracik obat,
tindakan farmakologinya, dosis-dosisnya untuk setiap sekali pengunaan.
Formula-formula ubat ini disusun berdasarkan jenis sediaan: tablet, serbuk,
salap, sirup dan sebagainya. Banyak dari resep-reses ini menunjukkan persamaan
dengan dokumen dari Asia Barat dan Yunani-Roman.
Formula ini
ditulis untuk ahli-ahli farmasi apakah di apotik ataupun di rumah sakit. Oleh
itu, hampir selama 200 tahun formula ini digunakan sebagai panduan ahli farmasi
di seluruh dunia Islam.Tulisan Sabur ini merupakan satu langkah penting dalam
sejarah farmakope dan banyak disalin serta ditiru dalam buku kedokteran Arab
selanjutnya.
4.
Zayd Hunayn b.
Ishaq al-Ibadi (809-873)
Sumbangan beliau
tidak kurang pentingnya kepada praktek farmasi dan kedokteran Arab.Beliau
adalah anak dari seorang apoteker.Hunayn diantar ke Baghdad, yang pada masa itu
merupakan pusat pendidikan Islam terpenting untuk mengikuti pendidikan dalam
perawatan.Beliau kemudian ke Syria, Mesir dan negara sekitarannya untuk
mendalami lagi latihannya.Setelah beliau kembali ke Baghdad, beliau sudah mahir
tentang asal-usul perubatan Yunani khususnya yang diterjemahkan dalam Bahasa
Syria.
Hunayn memainkan
peranan yang penting dalam penterjemahan atau penentuan ketepatan terjemahan
yang dilakukan (termasuk penulis Hippocrate, Gelen dan penulis Yunani lain) di
samping menulis buku-bukunya sendiri. Sumbangannya menjadi lebih terasa pada
tahun 830, Khalifah al-Ma'mun mendirikan satu institusi sains (bait al-Hikmah)
untuk tujuan penyelidikan dan penterjemahan bahan-bahan Yunani ke dalam bahasa
Arab.Hunayn menjadi pembimbing pusat kajian ini dan dalam masa 40 tahun, beliau
menterjemahkan dan mewujudkan istilah serta rangkaian kata yang digunakan untuk
tujuan praktek kedokteran dan pengajaran.
Antara buku dan
tulisan Hunayn adalah tentang aspek kebersihan mulut, pecuci dan penggunaan
bahan-bahan pergigian.Beliau terkenal sebagai penulis Arab pertama yang
melakukan hal ini.Beliau juga yang menemukan bahan-bahan makanan dan minuman
yang dianggap dapat merusak gigi.Hunayn juga mengusulkan pembersihan gigi,
khususnya selepas makan seperti yang dianjurkan dalam kedokteran moderen.
Tulisannya yang lain termasuklah tentang nilai gizi dan pemakanan, tentang
mandi, terapi gizi secara umum dan juga tentang bunga mawar serta obat-obatan
tertentu.
5.
Abu Ar-Rayhan
Al-Biruni (973 M – 1051 M)
Al-Biruni mengenyam pendidikan di Khwarizm. Beragam ilmu pengetahuan dikuasainya, seperti astronomi, matematika, filsafat dan ilmu alam. Ia memulai melakukan eksperimen ilmiah sejak remaja. Ilmuwan Muslim yang hidup di zaman keemasan Dinasti Samaniyaah dan Ghaznawiyyah itu turut memberi kontribusi yang sangat penting dalam farmasi. Melalui kitab As-Sydanah fit-Tibb, Al-Biruni mengupas secara lugas dan jelas mengenai seluk-beluk ilmu farmasi. Kitab penting bagi perkembangan farmasi itu diselesaikannya pada tahun 1050 M – setahun sebelum Al-Biruni tutup usia. Dalam kitab itu, Al-Biruni tak hanya mengupas dasar-dasar farmasi, namun juga meneguhkan peran farmasi serta tugas dan fungsi yang diemban seorang ahli farmasi.
Al-Biruni mengenyam pendidikan di Khwarizm. Beragam ilmu pengetahuan dikuasainya, seperti astronomi, matematika, filsafat dan ilmu alam. Ia memulai melakukan eksperimen ilmiah sejak remaja. Ilmuwan Muslim yang hidup di zaman keemasan Dinasti Samaniyaah dan Ghaznawiyyah itu turut memberi kontribusi yang sangat penting dalam farmasi. Melalui kitab As-Sydanah fit-Tibb, Al-Biruni mengupas secara lugas dan jelas mengenai seluk-beluk ilmu farmasi. Kitab penting bagi perkembangan farmasi itu diselesaikannya pada tahun 1050 M – setahun sebelum Al-Biruni tutup usia. Dalam kitab itu, Al-Biruni tak hanya mengupas dasar-dasar farmasi, namun juga meneguhkan peran farmasi serta tugas dan fungsi yang diemban seorang ahli farmasi.
6.
Abu Jafar Al-Ghafiqi (wafat
1165 M)
Ilmuwan Muslim yang satu ini juga turut memberi kontribusi dalam pengembangan farmakologi dan farmasi. Sumbangan Al-Ghafiqi untuk memajukan ilmu tentang komposisi, dosis, meracik dan menyimpan obat-obatan dituliskannya dalam kitab Al-Jami Al-Adwiyyah Al-Mufradah. Risalah itu memaparkan tentang pendekatan dalam metodelogi, eksperimen, serta observasi dalam farmakologi dan farmasi.
Ilmuwan Muslim yang satu ini juga turut memberi kontribusi dalam pengembangan farmakologi dan farmasi. Sumbangan Al-Ghafiqi untuk memajukan ilmu tentang komposisi, dosis, meracik dan menyimpan obat-obatan dituliskannya dalam kitab Al-Jami Al-Adwiyyah Al-Mufradah. Risalah itu memaparkan tentang pendekatan dalam metodelogi, eksperimen, serta observasi dalam farmakologi dan farmasi.
7.
Al-Razi
Sarjana Muslim yang dikenal di Barat dengan nama Razes itu juga ikut andil dalam membesarkan bidang farmasi. Ilmuwan Muslim serba bisa itu telah memperkenalkan penggunaaan bahan kimia dalam pembuatan obat-obatan.
Sarjana Muslim yang dikenal di Barat dengan nama Razes itu juga ikut andil dalam membesarkan bidang farmasi. Ilmuwan Muslim serba bisa itu telah memperkenalkan penggunaaan bahan kimia dalam pembuatan obat-obatan.
8.
Ibnu
Sina
Dalam kitabnya yang fenomenal, Canon of Medicine, Ibnu Sina juga mengupas tentang farmasi. Ia menjelaskan lebih kurang 700 cara pembuatan obat dengan kegunaannya. Ibnu Sina menguraikan tentang obat-obatan yang sederhana.
Dalam kitabnya yang fenomenal, Canon of Medicine, Ibnu Sina juga mengupas tentang farmasi. Ia menjelaskan lebih kurang 700 cara pembuatan obat dengan kegunaannya. Ibnu Sina menguraikan tentang obat-obatan yang sederhana.
9.
Al-Zahrawi
Bapak ilmu bedah modern ini juga ikut andil dalam membesarkan farmasi. Dia adalah perintis pembuatan obat dengan cara sublimasi dan destilasi.
Bapak ilmu bedah modern ini juga ikut andil dalam membesarkan farmasi. Dia adalah perintis pembuatan obat dengan cara sublimasi dan destilasi.
KESIMPULAN
Berdasarkan
makalah yang kita buat, kita menarik beberapa kesimpulan tentang “ Sejarah
Farmasi Dalam Islam “ bahwa :
1.
Bahwa pengobatan dalam islam telah dikenal sejak Zaman Rasulullah saw.,
2.
Menurut Howard R
Turner dalam bukunya Science in Medievel Islam, umat Islam mulai menguasai
farmasi setelah melakukan gerakan penerjemahan secara besar-besaran di era
KekhalifahanAbbasiyah.
Salah satu karya penting yang diterjemahkan adalah “De Materia Medica” karya Dioscorides.
Salah satu karya penting yang diterjemahkan adalah “De Materia Medica” karya Dioscorides.
3.
Toko obat yang
banyak jumlahnya tak cuma hadir di kota Baghdad – kota metropolis dunia di era
kejayaan Abbasiyah – namun juga di kota-kota Islam lainnya.
MAKALAH
SEJARAH FARMASI DALAM ISLAM
Disusun oleh:
1. Risfi
risfiatunnisa 3311111005
2. Fajar as yuni
atmawati 3311111012
3. Chairul budi
prasetyo 3311111014
4. Widya nuryunisa
yuliasari 3311111023
5. Lu’luul
qudsiyah 3311111032
Universitas jenderal ahmad yani
jl. Terusan jend. Sudirman po. Box 148
cimahi telp. (022) 6610223
Tidak ada komentar:
Posting Komentar